Teori belajar behavioristik
menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur
dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R
(stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
- Mementingkan faktor lingkungan
- Menekankan pada faktor bagian
- Menekankan
pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
- Sifatnya mekanis
- Mementingkan masa lalu
A. Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang
berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari
Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku
yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social
Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book
(1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike,
belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari
eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui
bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau
percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk
paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena
itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan
teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan
Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut
maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike
yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan
di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis
apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan
tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”,
yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam
melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan
stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response
lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S R S1 R1 dst
Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan,
maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari.
Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu
sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini
diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12
kali, kucing baru dapat dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar
diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai
berikut :
- Hukum Kesiapan(law of readiness),
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah
laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan
jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini
dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi
memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan
bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak
akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak
melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak
padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
- Hukum Latihan (law of exercise),
yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang
merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena
latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam
belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin
dikuasai.
- Hukum akibat(law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan
dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai
hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu
perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan
tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil
perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia
mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum.
Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip
proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia,
walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai
pengartian. Binatang
melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara
mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike
menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.
Hukum Reaksi Bervariasi
(multiple response).
Hukum ini mengatakan bahwa pada
individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya
bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
b.
Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa
perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu
baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.
Hukum Aktifitas Berat Sebelah (
Prepotency of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan
respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap
keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.
Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada
situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah
dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi baru. Makin
banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.
Hukum perpindahan Asosiasi (
Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang
dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit
unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum
baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi
Hukum Belajar antara lain :
- Hukum latihan ditinggalkan karena
ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus
respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum
tentu diperlemah.
- Hukum akibat direvisi. Dikatakan
oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku
adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
- Syarat
utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.
- Akibat
suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu
lain.
Teori koneksionisme
menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah
diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan
teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
B.
Ivan Petrovich Pavlov
(1849-1936).
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu
desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia
dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus
sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia
menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine
dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih
penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya
tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic
conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen
yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan
behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup
manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru
akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala
kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara
mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air
liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah
air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang
diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan
sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan
sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan
adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa
ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov
berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Dari eksperimen Pavlov setelah
pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus
alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan.
Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan.
Apakah
situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari
ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin
suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu
tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.
Bayangkan, bila tidak ada lagu trsebut betapa lelahnya si penjual
berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lai adalah bunyi bel di kelas
untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak,
es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat
atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
C. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990).
Seperti halnya kelompok penganut psikologi
modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah
laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior
of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori
operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan
yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of
Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam
jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori
oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal
sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan
meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.
Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian
reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa
hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan
beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui
pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah
berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan
yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi
imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah
suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut
:
Dalam laboratorium Skinner memasukkan
tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah
dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan,
penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat
dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari
makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan
secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses
ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada
tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam
belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk
bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk
bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
- Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika bebar diberi penguat.
- Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
- Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
- Dalam
proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
- dalam
proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
- Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
- Dalam pembelajaran digunakan
shaping.
D. Robert Gagne ( 1916-2002).
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang
terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan
konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis
komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk
mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern
Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran
agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah
menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki
ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus
disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada
yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi,
dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan
danpemecahan masalah). Prakteknya gaya
belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
E. Albert Bandura (1925-masih hidup).
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang
psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta
efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll
yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar
observasi adalah:
1.
Perhatian,
mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.
Penyimpanan
atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.
Reprodukdi
motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.
Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri
sendiri.
Selain itu juga harus
diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebgai
berikut:
- Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan
sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
- Individu
lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
- Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut
disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi,
teori Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar
sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana
memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku
pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
Aplikasi Teori Behavioristik
terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan
teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a.
Mementingkan pengaruh
lingkungan
b.
Mementingkan bagian-bagian
c.
Mementingkan peranan reaksi
d.
Mengutamakan mekanisme
terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.
Mementingkan
peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.
Mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.
Hasil
belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang
menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk
yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi
instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera
diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku
yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi
pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar
karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyartan tertentu sesuai
dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai
metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi
belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk
perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti :
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya
tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam
suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar,
dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat
dihindari oelh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling
efektif untuk menertibkan siswa.
0 comments:
Post a Comment